Artikel

Legalitas Pernikahan: Gerbang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan

18 November 2025
DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK, PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA
60
Bagikan ke
Legalitas Pernikahan: Gerbang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan

Legalitas pernikahan sering kali dianggap sebagai urusan administratif yang tidak terlalu mendesak. Namun, bagi perempuan, legalitas justru menjadi pondasi penting yang menentukan arah kehidupan mereka di masa depan. Dokumen yang tampak kecil ini memiliki dampak besar terhadap perlindungan, kesejahteraan, dan peluang pemberdayaan yang bisa diakses perempuan dalam lingkup keluarga maupun masyarakat.

Legalitas pernikahan memberikan pengakuan negara terhadap hubungan suami istri dan memastikan bahwa perempuan memiliki posisi yang kuat secara hukum. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang menetapkan batas minimal usia pernikahan, 19 tahun bagi perempuan maupun laki-laki, ini menegaskan pentingnya kesiapan fisik dan mental dalam membangun keluarga. Aturan ini dibuat bukan hanya untuk menekan angka pernikahan anak atau mengurangi risiko kematian ibu dan bayi, tetapi juga untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak, termasuk akses pendidikan dan pendampingan orang tua yang optimal.

Ketika pernikahan tidak tercatat, berbagai risiko serius muncul, dan mayoritas berdampak langsung pada perempuan. Tanpa akta nikah, perempuan tidak memiliki bukti yang sah atas status perkawinannya di mata negara. Kondisi ini membuat mereka rentan kehilangan hak atas harta bersama, hak waris, hingga perlindungan jika terjadi kekerasan atau perceraian. Bahkan, anak yang lahir dari pernikahan tidak tercatat pun menghadapi kesulitan memperoleh akta kelahiran, yang kemudian berlanjut pada hambatan mendapatkan Kartu Keluarga, KTP, hingga berbagai layanan dasar lainnya. Dengan kata lain, satu kelalaian administratif dapat menghambat seluruh siklus hidup keluarga.

Pencatatan pernikahan bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga soal akses perempuan terhadap hak-hak ekonomi, sosial, dan sipil. Dengan legalitas yang sah, perempuan dapat terlibat dalam pengelolaan aset keluarga, mengakses bantuan sosial pemerintah, memperoleh perlindungan hukum yang setara, dan mendapatkan pengakuan sebagai bagian dari struktur masyarakat. Legalitas menguatkan posisi perempuan dalam keluarga sekaligus membuka jalan bagi pemberdayaan yang lebih luas.

Di sinilah pentingnya peran masyarakat dan lembaga terkait dalam mendorong proses pencatatan pernikahan. Pernikahan bukan hanya hubungan dua individu, tetapi juga menyangkut identitas keluarga dan bangsa. Ketika pencatatan dianggap sepele, yang dirugikan bukan hanya perempuan, tetapi juga anak-anak dan ketahanan keluarga secara keseluruhan. Dengan mendorong setiap pasangan untuk menikah secara resmi, masyarakat turut memastikan bahwa perempuan memiliki landasan hukum yang kuat untuk berkembang dan terlindungi.

Referensi :

  1. UU No. 16 Tahun 2019. Diakses dari Database Peraturan | JDIH BPK. https://peraturan.bpk.go.id/details/122740/uu-no-16-tahun-2019 
  2. Istimewa, Kontributor, & Sya’bani, S. M. (2024). Kemenag Tegaskan Pentingnya Nikah Resmi untuk Pelindungan Hak Keluarga. Kementerian Agama Republik Indonesia. Diakses dari https://kemenag.go.id/nasional/kemenag-tegaskan-pentingnya-nikah-resmi-untuk-pelindungan-hak-keluarga-9ry9x 
  3. PanRB. (2025). Menag Tekankan Pentingnya Pencatatan Nikah: Pernikahan Bukan Sekadar Urusan Pribadi. Diakses dari https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/menag-tekankan-pentingnya-pencatatan-nikah-pernikahan-bukan-sekadar-urusan-pribadi 
Pengolah Informasi : Annisa Nurul Pratiwi 
Olah Grafis : Ibnu Pratama Wahyudin
Instagram : dp3appkb.kotacirebon


Bagikan ke